me

me
Welcome To My Life guys ...

Jumat, 16 Desember 2011

Kelereng Merah Jambu


Tono, umurnya 12 tahun. Ia suka bermain kelereng. Kelerengnya banyak sekali, diletakkan dalam toples bening bekas kue. Tono mempunyai adik perempuan, Tini namanya. Usianya 4 tahun lebih muda dari kakaknya. Tini manis, ia suka bermain tali atau bernyanyi-nyanyi di taman rerumputan rumahnya. Tono sangat sayang dengan adiknya. Acapkali Tini diajak pula bermain kelereng di taman itu.

Suatu hari, Tini bosan bermain tali. Sambil menunggu Ibunya pulang dari pasar, iseng-iseng ia mengambil toples kelereng Tono. Dikeluarkan isinya, hingga berantakan kelereng-kelereng itu terjatuh. Tini malah senang, melihat benda bulat kaca meloncat-loncat dan berlarian. Ia tertawa-tawa kegirangan.

Ada satu berwarna merah jambu yang paling bagus, diambil Tini lalu dimasukan kedalam mulut. Mungkin warnanya membuat benda itu serupa makanan, Tini menelannya. Hampir tersedak di tenggorokannya tapi akhirnya masuk juga keperutnya. Tini lega, hampir habis nafasnya tadi.

Tidak lama setelahnya, Tono pulang sekolah. Dia lihat mainan kesayangan berantakan, cerai berai kemana-mana. Tono marah sekali. Lebih marah lagi saat dia tahu, yang merah jambu telah ditelan adiknya. Benda kaca warna merah jambu, adalah yang paling Tono sukai. Itu gacoannya. Maka, dia lepas kendali emosi, adiknya dihantam dengan toples.

“Tini nakal!…Tini jahat!” Tono memukul kepala adiknya. Tidak hanya sekali, tapi terus menerus hingga toples pecah. Sebongkah pecahannya masih terayun tangan Tono ke wajah Tini, hingga menyobek pelupuk matanya. Sobekannya begitu lebar membuat bola mata adiknya menggantung keluar.

“Ampun kakak….ampun.! Tini nggak sengaja…Ampun kakak…!” Tini mengerang kesakitan. Kulit kepalanya menganga, tulang tempurungnya retak. Darah meluap membasahi bajunya. Lantai pun tergenang cairan yang sama. Merah segar!

Tini yang duduk terluka parah lalu jatuh bebas . Dahinya menghantam ujung anak tangga, lukanya besar, kepalanya seperti terbelah hingga sebagian otaknya terlihat. Bola matanya copot menggelinding di lantai.

Tapi, Tono tak menghiraukan jeritan Tini. Ia seperti kehilangan pendengaran, sibuk mengumpulkan kelereng-kelerengnya, dikumpulkan kembali dalam baskom kecil. Satu diantaranya adalah bola mata adiknya.

Setelah satu jam, Tono baru sadar: adiknya tak bergerak lagi, tak bernafas lagi. Ia terkejut, melihat kepala Tini tidak karuan bentuknya. Tubuhnya kaku basah merah. Sebelah matanya bolong.

Tono menjerit histeris! Tono menangis, menangis sejadi-jadinya. Tidak mengira perbuatannya keterlaluan, hingga menyebabkan kematian Tini -adik kesayangannya.

“Tini tidak nakal!…Tini tidak jahat……!” Tono menyesali perbuatannya.

“Tiniii bangun!….bangun …bangun….yuk main kelereng lagi!….ayuk Tini…bangunnnnn!”

Tono menangis terus-terusan. Mengusap-usap kepala adiknya, memeluknya, menciumnya. Tapi semuanya sudah terlanjur. Tini sudah pergi.

*****

Sepuluh tahun kemudian, ada seorang pemuda yang suka menyendiri. Hampir tidak pernah bicara, tidak bergaul, tidak punya teman. Wajahnya terus melamun, tatapannya kosong. Badannya kurus kering, sakit-sakitan. Sering juga menyakiti diri sendiri, membenturkan kepalanya di dinding.

Pemuda itu bernama Tono, teman masa kecilku dulu. Dia tidak dapat hidup normal. Selalu ada suara anak perempuan setiap malam, di sepanjang hidupnya.

“Kak Tono nakal!….Kak Tono jahat!…………Kak Tono nakal!….Kak Tono jahat!”

Suara Tini selalu datang setiap malam. Suara itu hanya bisa didengar Tono, dan sejelas wajah adiknya berlumur darah. Darah mengucur dari kepalanya yang pecah dan dari satu lobang matanya.

“Kak Tono nakal!….Kak Tono jahat!…………Kak Tono nakal!….Kak Tono jahat!”

*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar